Isu moderasi agama tampaknya menjadi bahan perbincangan hangat oleh khalayak dewasa ini. Moderasi secara definitif erat kaitannya dengan minimalisasi sikap ekstrem terhadap ideologi beragama.Yang dimaksud minimalisasi tersebut adalah upaya menghindari bahkan menghilangkan sikap ekstrimis di benak banyak orang. Tidak terkecuali bagi siswa.
Mari menilik tilik histori berbagai agama yang dianut oleh masyarakat di Indonesia. Sebut saja tentang Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Akar dari semua agama tersebut adalah terdistribusinya ajaran nilai-nilai ketuhanan yang tentunya tanpa meninggalkan kebangsaan berbhinneka tunggal ika. Sama sekali tidak ada yang salah dengan kemuliaan ajaran keenam agama tersebut.
Agama disebarkan dengan tidak memandang fisik, agama disebarkan dengan sabar dan tanpa kekerasan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan cara beragama masyarakat saat ini, yang bukan beragama secara kaffah, lemah lembut, melainkan dengan keras dan menindas. Masyarakat saat ini lebih mengunggulkan kelompoknya dan memandang rendah kelompok lain. Inilah yang dapat memicu bentrok antar penganut agama.
Agama seharusnya dapat disesuaikan dengan budaya yang ada, sehingga kita berbudaya sambil beragama. Kita hidup pada bangsa yang beragam suku bangsa, bahasa, dan agama. Kita mempunyai ciri khas masing-masing, hendaklah tidak menjelek-jelekan yang tidak sepaham dengan kita, beragamalah dengan lemah lembut sehingga dapat mendekatkan kita terhadap khalayak bukannya malah menjauhkan.
Renungkanlah selalu semboyan negara kita ‘Bhinneka Tunggal Ika’. Semboyan tersebut diciptakan oleh para pendahulu untuk masa depan bangsa. Indikator bermoderasi ada empat, yang pertama cinta tanah air, jika kita mencintai bumi pertiwi kita sebagai warga negara kita berkewajiban menjaga apapun yang ada didalamnya, jangan sampai ketaatan kita dalam beragama membuat tanah air kita hancur. Poin selanjutnya adalah toleransi, toleran berarti menghargai semua agama merupakan kebenaran dari Tuhan. Kita sebagai warga yang bermoderat harus memberikan ruang umat lain untuk beribadah. Indikator yang ketiga adalah anti kekerasan, hakikatnya agama hadir untuk mengajak kita berbuat baik dan menjauhi perbuatan tercela, agama diharapkan dapat berkontribusi dalam kemaslahatan umat. Dan yang terakhir ialah ramah budaya lokal, agama harus mendukung yang ada, jadi kita berbudaya sambil beragama, keberadaan agama memperkuat kelestarian budaya yang ada di sekitarnya dengan tidak bertentangan dengan nilai yang terkandung dalam pokok agama.
Moderasi beragama diharuskan menghasilkan bangsa yang harmonis, damai, dan rukun. Beragama bermasyarakat dan berbangsa dengan cara tersendiri tanpa menghakimi kelompok lain. Indonesia bukanlah negara agama tapi juga berilah perhatian pada kehidupan agama. Seimbangkan antara kehidupan beragama dan bernegara dengan mengingat kaidah-kaidah pokok pada setiap agama.
Dalam hal ini figur-figur pendidik berperan sangat penting bagi generasi penerus. Para figur pendidik mengenalkan betapa pentingnya bermoderasi entah itu moderat dalam beragama atau dalam keberagaman. Terlebih kini pandemi korona menyebabkan lunturnya sikap dan budaya terlebih bagi pemuda, pemuda sekarang ini lebih mengutamakan kepentingan individu yang dapat merusak hubungan sesama orang. Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan Indonesia. Saat korona melanda warga berlomba-lomba mendapatkan apa yang diinginkan tanpa memedulikan sesama, figur pendidik dapat memperbaiki sikap-sikap yang kurang bermoderat sejak dini.
Maka dari itu kita sangat perlu bersikap moderat, jangan terlalu ekstrem, karena sejatinya agama hadir untuk mendamaikan dan mempersatukan umat, tidak terkecuali dengan beragamnya budaya dan ras. Jadikanlah perbedaan tersebut sebagai alat untuk saling melengkapi. Menyatulah dengan budaya yang ada agar kita senantiasa hidup sejahtera, adil, dan makmur.
(By: Alauddin Faiq S. XI MIPA 2)