Pandemi Tak Boleh Bodoh
Langit pandemi memang kerap menunjukkan warna kelabu. Aroma kesedihan dan kemalasan sering menyertai. Namun, sepasang kakak beradik bertekad untuk menghapus semua itu. Tiada lain untuk menghilangkan kemalasan yang dapat berujung kebodohan.
Sebut saja mereka berdua, Diyah dan Dina. Kakak beradik berusia 21 tahun yang kini masih tercatat sebagai mahasiswa aktif Fakultas Agama Islam di UNIPDU Jombang ini beberapa kali diminta oleh para tetangganya memberi pelajaran tambahan untuk anak-anak mereka. Dampak pendidikan yang sekarang tengah dihadapi oleh para orang tua membuat mereka seakan tidak sanggup untuk terus menangani buah hatinya. Pada akhirnya, mereka memilih untuk menyerahkan anak-anak mereka kepada Diyah dan Dina yang juga tengah menempuh kuliah secara daring. Kini, sudah tiga anak yang dibina oleh Diyah dan lima anak oleh Dina.
Pada awal kuliah daring berlangsung, Diyah yang hanya berada di rumah sepanjang hari merasa mempunyai waktu luang yang terlampau banyak. Hal tersebut membuat ia mempunyai keinginan untuk mengisi waktu luangnya dengan membagikan ilmu-ilmu yang dia punya. Kendatipun menurutnya sendiri, tak banyak ilmu yang ia bisa bagi. Tidak jauh berbeda dengan Diyah, Dina pun berkata bahwa ia ingin membagikan ilmu-ilmu yang sudah ia punya, meskipun Adik dari Diyah ini sebenarnya telah memberi pelajaran tambahan atau dalam bahasa mudahnya ‘mengajar privat’ tidak lama sebelum pandemi datang. “Dulu, sebelum pandemi datang saya udah ngajar privat gitu, diminta sama orang tuanya,” kenang Dina.
Mereka berdua mengaku sangat senang ketika permintaan untuk mengajar itu datang, “Masih ingat dulu, pertama kali diminta mengajar itu pada 2 November 2020, saat itu saya tanya ke orang tuanya kapan saya bisa masuk,” kata Diyah. Setelah pandemi datang dan membuat para orang tua semakin sibuk tidak kepalang, permintaan mengajar semakin berdatangan. “Respon pertama ya senang bukan main karena ada pekerjaan dan penghasilan sampingan, selain kuliah” kata wanita yang karib dipanggil Nduk Din ini. Tidak hanya motif ekonomi, mereka berdua sepakat untuk membantu para orang tua menghadapi masalah pendidikan yang kini menimpa anaknya. “Ya lebih ke membantu orang tuanya saja, soalnya mereka juga repot mengurusi rumah, jadi kita menyediakan waktu dan ilmu,” tambah Dina.
Tidak hanya itu, mereka juga berujar bahwa pandemi ini memberatkan semua pihak. Dengan demikian ketika kami bisa membantu mereka yang membutuhkan, kami akan merasa sangat senang.
Sore itu saat waktu mengajar tiba, mereka akan mendatangi rumah anak-anak yang meminta mereka untuk mengajar, secara door to door. Diyah mengajar tiga anak di tiga rumah yang berbeda enam hari dalam satu minggu. Adapun Dina mengajar lima anak di tiga tempat yang berbeda, empat hari setiap minggunya. “Beda-beda, ada yang minta liburnya hari Jumat, ada yang Minggu,” tukas Diyah. Selama itu juga, mereka berdua menghadapi bermacam-macam tingkah anak yang berbeda tingkatannya dari kelas 1 SD hingga kelas 4 SD sehingga mereka harus bisa menyesuaikan cara pengajaran yang cocok untuk setiap anak. “Tentu beda-beda, ada anak yang alhamdulillah pinter, jadinya dijelasin satu-dua kali itu langsung paham, ada juga yang harus dijelasin berkali-kali baru paham tapi sering lupa, ada juga yang suka tanya pekerjaan rumah yang sering dikasih sama gurunya, sedangkan di buku hanya sedikit bacaannya, jadinya dia bingung dan sering tanya,” cerita si kakak, Diyah.
Sekian bulan berselang, kakak beradik ini masih melanjutkan kuliah daring sembari diselingi dengan mengajar privat dan membantu usaha “Tahu” milik orang tua mereka. Selama itu juga, mereka sudah memetik hasil yang mereka lakukan. “Alhamdulillah banget, dulu itu ada anak yang namanya Hafis dia itu awalnya bener-bener belum bisa baca sama sekali, huruf saja sering lupa, tapi seiring berjalannya waktu sekarang sudah bisa lancar bacanya.” cerita wanita yang akrab dipanggil Nduk Di. “Kalau saya, alhamdulillah ada anak yang dapat ranking 4 waktu itu, saya senangnya bukan main,” tambah si Adik, Dina.
Selain pengalaman dan hasil positif yang mereka dapatkan ketika mengajar, mereka juga mendapat kenangan-kenangan manis. Tidak jarang, Diyah dan Dina mengunggah video lucu mereka bersama dengan anak-anak yang diajarnya di media sosial. Hal ini menjadi kesenangan tersendiri bagi mereka.
Beralih dari hiruk-pikuk belajar, sore hari adalah waktu dimana mereka membantu pekerjaan kedua orang tua mereka. Ayah Diyah dan Dina adalah seorang penjual tahu yang berjualan di pasar untuk menafkahi istri dan keempat anaknya. Di sini, kakak beradik ini bertugas untuk menata balok-balok tahu yang sudah terlebih dahulu digoreng untuk kemudian dibungkus plastik dan berakhir di tangan konsumen.
Bukan perkara mudah untuk membagi waktu yang mereka punya, pulang-pergi dari satu rumah ke rumah yang lain serta tetap menjalankan kewajiban kuliah online yang kini sudah ada di semester yang ketujuh membuat mereka harus memutar otak lagi untuk mengatur waktu yang ada. “Sekarang semester tujuh lagi ada kegiatan yang namanya Kegiatan Pengabdian Masyarakat Mandiri dimana kegiatan ini tentu berbeda dengan apa yang sedang kita lakukan (mengajar privat),” Namun, dalam kondisi seperti inilah yang justru membuat mereka berdua bersemangat dalam menjalani hidup.
Selama mengajar, Diyah dan Dina tidak pernah mematok harga yang harus dibayar oleh orang tua setiap bulannya, “Tergantung orang tuanya, setiap orang tua ngasih dalam nominal yang berbeda, kami (Diyah dan Dina) tak pernah mematok harga,” ujar Diyah. Mereka berdua hanya ingin membantu para orang tua dan membagi ilmu yang mereka punya, “Tidak mau mematok harga juga, karena dalam kondisi pandemi seperti ini juga sangat sulit untuk mencari uang,” tambahnya.
Terakhir, mereka berharap agar pandemi ini segera berlalu dan semuanya dapat kembali normal seperti sediakala. sehingga anak-anak dapat menimba ilmu tanpa kendala yang berarti. “Semoga pandemi ini lekas selesai dan pembelajaran kembali normal agar ibu-ibu tak lagi darah tinggi,” celetuk Dina.
Muhammad Iqbal Fahmi
XI MIPA 3